ini bukanlah cerita sedih atau cerita-cerita fiktif lainnya yang jelas telah mempunyai ending dari cerita-cerita tersebut, baik itu happy ending ataupun ending yang justru membuat para pembaca atau penonton cerita tersebut bersedih karena dimana tokoh utamanya tidak mendapat apa yang diinginkan pembaca dan penonton.
Tapi ini adalah sebuah artikel tentang kehidupan nyata untuk memberi inspirasi mengenai sosok seorang yang sanga penting dan berharga bagi kita semua, yang mungkin kita telah lupa bahwa begitu banyak dan besar pengorbanan yang telah beliau berikan untuk kita semua. Dan apabila tanpa beliau kita tidak akan bisa berada didunia ini.
Yah, beliau adalah IBU. sosok yang sangat saya pribadi banggakan.berikut sedikit kisah mengenai sosok seorang IBU.
PENGORBANAN
SEORANG IBU
Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih
dari 70 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar
rumah.
Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus
tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan.
Masih teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika
akan melahirkan putrinya tersebut.
Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa
mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya menuntut
agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu
mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap
mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.
Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja
berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak
ada seorangpun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun
ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, karena telah
melahirkan seorang bayi haram tanpa bapak. Walaupun demikian ia merasa bahagia
sekali atas berkat yang didapatkannya dari Tuhan di mana ia telah dikaruniakan
seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki
hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi nama Love -
Kasih.
Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam
hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan
tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang ia harus menjahit sampai jam 2 pagi,
tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia
dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini
ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya
yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan,
bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya,
di samping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.
Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian,
karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk
daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya
sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan
memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta,
hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai dengan
makanan.
Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca di
luaran sangat dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang
hari Natal. Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah Natal
untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya belum
mencukupinya.
Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu
walaupun cuaca di luaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan lemah, ia
tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja. Sejak saat tersebut ia
kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri
sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi
putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun
tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja
demi putrinya yang tercinta.
Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa
melanjutkan studinya di luar kota. Di sana putrinya jatuh cinta kepada seorang
pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak pernah mau mengakui
bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat
oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu mempunyai seorang ibu yang bekerja
hanya sebagai babu pencuci piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku
kepada calon suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari
jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak
diundang, bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia duduk di sudut kursi
paling belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan
memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia tidak
mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh menghubungi
putrinya.
Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya telah
melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia
sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa
memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh
menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia
bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya,
karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya,
ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi babu di rumah keluarga
putrinya.
Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya diterima dan
diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong
cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan hanya sebagai babu
dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia
permohonannya telah dikabulkan.
Di rumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan
khusus, bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinya
daripada dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak dan dimaki oleh
putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa
berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang kecil di belakang dapur. Ia berdoa
agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak
dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja
kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.
Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang
yang mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita sakit dan
tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi kepada pelayan tuanya
yang setia ini sehingga ia memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa
hidupnya di rumah jompo.
Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi
dengan putri kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan selalu ia sisihkan
dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia
membutuhkan bantuannya.
Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia
jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama
lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia
dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh melihat
putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin memberikan seluruh uang simpanan
yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk
putrinya.
Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat di bawah nol dan saljupun
turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini tidak mau
keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin, tetapi Nenek tua ini tetap
memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya. Ia ingin betemu dengan putrinya
sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan, ia
menunggu datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia harus dua kali ganti bus,
karena jarak rumah jompo tempat di mana ia tinggal letaknya jauh dari rumah
putrinya. Suatu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nenek tua
yang berada dlm keadaan sakit.
Setiba di rumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan
ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata putrinya sendiri yang membukakan pintu
rumah gedong di mana putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang
diucapkan putrinya?
Apakah rasa bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak!
Bahkan ia ditegor: "Kamu sudah bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai
pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah
pintu di belakang rumah!"
"Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan
hanya ingin memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali
lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena
di luaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak kuat lagi
nak!" kata wanita tua itu.
"Maaf saya tidak ada waktu, di samping itu sebentar
lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau
lain kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu
saja!" ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu ditutup dengan
keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang
pengemis.
Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih, belas kasihanpun
tidak ada. Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada
orang mau pinjam telepon di rumah putrinya "Maaf Bu, mengganggu, bolehkah
kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor polisi, sebab di halte
bus di depan ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya ia mati
kedinginan!"
Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya
saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari
kasih sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama
hidupnya.
Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh
kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu
memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan siang
maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak mungkin dan ini 366 hari
dlm setahun.
Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari
bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada
hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun
hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja "Mother's Day"
sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan
hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.
Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita
mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar
daripada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon
Ibu?
Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali
kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan
manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir
kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup,
percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat,
karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
When Mother prayed, she found sweet rest,
When Mother prayed, her soul was blest;
Her heart and mind on Christ were stayed,
And God was there when Mother prayed!
Our thanks, O God, for mothers
Who show, by word and deed,
Commitment to Thy will and plan
And Thy commandments heed.
A thousand men may build a city,
but it takes a mother to make a home.
No man is poor who has had a godly mother!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar